Secebis skenario lauh mahfuz untuk Kita
Allah telah mencatat takdir-takdir makhluk 50.000 tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi.” (Amr bin al-‘Ash)
Musim dingin begitu membuatku berjuang, dengan suhu rendah aku memaksa raga tropisku untuk beradaptasi dengannya. Belum genap tiga bulan aku beradaptasi, dedaunan telah runtuh mengabdi pada akar, memastikan tuannya tidak mati karenanya. Begitu indah pengorbanan dedaunan hijau itu dulu yang kemudian merah merona hingga coklat mudah kekuningan hingga ditelan waktu menjadi tanah yang menyuburkan. Ini bukan kali pertama aku melihat seperti ini, enam tahun lalu jua pernah di negeri sakura. Tapi ada hal yang pertama kali, ia merona dibalik sehelai khimar.
Mengabadikan momen sebelum balik ke Indonesia (Copenhagen Airport, (Denmark 17 November 2017)
Dear, ingat ketika indera penglihatan kita berpapasan untuk pertama kali? Lebay hahaha yowes...
Sangat menggelikan dengan perawakanku yang serba linglung kadang atau mungkin sering, semua orang tau, kali pertama kita bertemu di acara makan bersama di apartement Mas Ciko; mahasiswa master satu tahun di atas tingkat saya di WMU, Swedia kala itu dimana beliau adalah kakak kandungmu. Dari awal aku merepotkan beliau, awal ketemu udah menjemput saya dari Denmark ke Swedia karena muka polos saya yang bisa saja hilang entah kemana. Maklumlah warga kampung. Saat itu kedua orang tuamu juga hadir dalam rangka liburan keluarga untuk menghadiri wisuda Mas Ciko. Kalau tidak salah kamu juga baru dari negeri sakura waktu itu untuk mengisi waktumu sebagai mahasiwa kedokteran yang mengambil spesialis dan master jadinya nyusul beberapa hari. Di acara penting wisuda, aku bukan sengaja mendedikasikan diri jadi tukang potret, entah kenapa saya selalu suka membantu orang apalagi ketika melihat mereka tersenyum. Aku percaya kekuatan amal dalam membantu orang lain.
Dingin-dingin terlewatkan beserta rintik-rintik air dingin bak percikan kulkas, aku abadikan satu persatu senior saya di sudut kampus atau di depan hall untuk moment pentingnya. Termasuk dirimu waktu itu dan keluarga dan mungkin saja terbanyak aku meluangkan waktu. Semua urat senyum keluargamu aku simpan dalam memori kamera dan ingatan saya. Begitu dekat rasanya waktu hingga sekarang termasuk ponakanmu yang aktif itu, Kaykay. Singkat cerita, aku ikut mengantar kalian sekeluarga bersama Bastanta; sahabat seangkatan di WMU, bapak-bapak pelaut keturunan Lubis medan. Lagi-lagi aku cuma bisa memotret tidak ada selain itu, tukang bawa koperpun saya yakin waktu itu kalian bawa sendiri-sendiri. Mungkin segitu tidak berfungsinya diriku.
Oiya ingatkah ketika bercerita tentang lika-liku hubungan kita dan kehidupan masing-masing, ya kita berbicara seperti teman semuanya terbuka. Tidak ada yang kita tutup-tutupi. Aku telah memposisikan diri karena saya tau kala itu aku tidak pantas untukmu. Jadi saya sadar diri dari awal seperti saya menyadari ketika bertemu dengan orang lain. Bagai langit dan bumi sepicik itu pikiran saya.
Bulanan berlalu namun bukan dekade, kita tetap silaturahmi meski hanya maya. Tapi aku tergerak entah kenapa, mungkin karena faktor isi hati yang bergejolak yang pelan-pelan saya ingin ungkapkan. Malu rasanya, tapi saya siap dengan segala konsekuensi meski tau jawabannya tidak. Keberanian dan niat yang mendorong saya, apa salahnya mencoba apalagi masing-masing kita usai dari masa lalu. Memberanikan diri dengan niat murni untuk tujuan jannah kelak bersama. Melalui perbedaan tujuh jam, dirimu di belahan Asia, aku di belahan Eropa, pelan-pelan semua kemelut hati dan pikiran tertuang dalam satu kalimat yang pasti semua orang tahu tentang kalimat itu tapi bagiku aku hanya ungkapkan pada saat perasaan seriusku. Pikiranku tidak ada untuk main-main, saya hanya selalu terhalang oleh pikiranku yang tidak pantas. Tidak lama karena pikiran saya berkecamuk dengan satu kalimat itu, bagai tanah kering disiram hujan, begitu sejuk dengan aroma pucuk ilalang, kamu mengiyakan niat saya. Aku begitu amazed dengan hari itu, ya hari itu, tiga tahun lalu untuk saling mengenal dan membawa niat itu ke yang lebih serius.
Nonton Avenger (Surabaya, 5 Mei, 2018)
Ditengah kerasnya perkuliahan yang sebenarnya aku kadang tidak yakin untuk kuselesaikan dengan baik serta menjadi pengurus kampus yang kadang urusannya lebih sulit dari tugas kuliah, semangat itu aku selesaikan juga atas sumbangsihmu dari jarak ribuan kilometer. Hingga kita bertemu langsung dan aku menemui kedua orang tuamu di kota pahlawan, kita reuni bersama keluargamu dan nonton bersama kala itu di bioskop. Terima kasih atas memori itu di pertengahan tahun 2018. Aku tidak tau ini taaruf atau bukan tapi aku hanya membawa keseriusan dan menjagamu dari segala hal tidak baik.
Akhir 2019, perkuliahan kelar, kita mempertemukan kedua keluarga besar untuk membicarakan niat putih kita untuk melangkah ke arah pelaminan. Dari berbagai pembahasan dan diskusi sebelum pertemuan, keluarga saya meninginkan pada bulan itu juga atau selanjutnya, kemudian bulan Maret tapi tidak jadi lagi karena ada agenda sehingga kita sepakat tetapkan waktu yang sekitar setengah tahun itu, cukup lama. Tapi itu adalah persiapan yang baik 26 Juli 2020.
Foto bersama dengan keluargaku pada acara nikahan Tri (Makassar, 28 Juli 2019)
Hari ini....
2672020 seperti jumlah maharku dengan seperangkat alat sholat beserta niat tulus saya.
Aku tidak bisa mengungkapkan banyak hal, aku telah mencoba memantaskan diri jauh dari namun rasanya selalu tidak pantas untuk bersyukur untuk momen hari penting kita. Aku tetap merasa tidak pantas atas segala hal. Wajahmu seperti malaikat tak bersayap di tengah ketidaksempurnaanku.
Buramnya tahun 2020 berias pandemi biarkan itu menjadi masa lalu yang unik untuk disyukuri karena tetap masih diberi kesempatan. Maafkan masa-masa sulit ini yang harus berpapasan dengan acara kita. Maafkan aku dari sejak hari ini yang tidak bisa membuat momen bahagia ini yang hanya bisa sekali seumur hidup menjadi seperti yang kamu impiikan begitu juga diriku. Kita masih punya banyak mimpi yang bisa kita selesaikan dan semangatmu adalah bahan bakar dari segala mimpi itu.
Dihadapan-Nya dan dihadapan orang kedua orang tuamu, aku berjanji dengan segala keikhasanku dan kewajibanku untuk membahagiakanmu meski pada ketidaksempurnaanku dan percayalah aku tidak mengharapkan sebaliknya asal dirimu bahagia, jadilah dirimu sendiri dengan mimpimu, merdekalah dari sejak dalam pikiran. Aku berjanji untuk menjadi lebih baik hingga Allah SWT memisahkan tapi maafkan aku tidak bisa berjanji untuk yang saya tidak bisa ketahui bersama di Jannah tapi percayalah aku mendukung kamu pada tempat yang terbaik. Izinkan aku memantaskan diri di sisa kehidupan duniaku, karena kita semua tidak tahu Allah SWT menempatkan kita dimana kelak.
Lamaran (Surabaya, 29 Desember 2019)
Cerita kita telah tertulis di lauh mahfuz, kita berbenah bersama melihat masa depan yang lebih baik meski pribadi sendiri sulit. Terima kasih telah menerimaku dengan segala kekurangan. Setiap kita punya masa lalu dan maafkan masa laluku, kita membuka lembar masa depan bersama yang tentu begitu sulit kita jalani. Jangan terlalu mengkhwatirkan tentang saya, kebahagianmu adalah kebahagiaanku.
Aku percaya kamu tahu bagaimana perasaanku dalam menulis rangkaian kata ini, seminggu sebelum acara kita dear. Ya seminggu sayang, saat kamu bilang rapat terakhir bersama keluarga tentang acara bahagia kita. Pukul 18.56 saat cakrawala di ufuk barat telah usai.
Aku sengaja posting yang seharusnya sebelum akad jadinya setelah akad saat ada kesempatan luang. Tulisan ini selesai minggu lalu pada saat keluarga dear membahas tentang dekorasi ruang malam itu sementara saya sibuk berdiam tidak membantu apa-apa untuk mengkarantina diri sendiri karena prosedur pandemi.
Akad Nikah (Surabaya, 26 Juli 2020)
ÙˆَÙ…ِÙ†ْ ÙƒُÙ„ِّ Ø´َÙŠْØ¡ٍ Ø®َÙ„َÙ‚ْÙ†َا زَÙˆْجَÙŠْÙ†ِ Ù„َعَÙ„َّÙƒُÙ…ْ تَØ°َÙƒَّرُونَ
“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.” (QS. Adz Dzariyat: 59)