Merumuskan Agenda Perlindungan Laut Pohuwato “Selamatkan Laut Pohuwato”
Berangkat dari Potensi Besar. Kabupaten Pohuwato termasuk dalam kawasan Teluk Tomini, yang kaya akan
sumber daya alam laut dan pesisir. Teluk Tomini dikenal dengan sebutan “heart of Coral Triangle”. Hal ini disebabkan karena Teluk Tomini
memiliki kekayaan biodiversitas laut yang paling tinggi dibandingkan daerah
lainnya di segitiga terumbu karang dunia. Wallace dkk di tahun 2000 menemukan
keanekaragaman karang dari species staghorn corals (Acropora spp.) dan
menyimpulkan bahwa Teluk Tomini menyimpan kekayaan alam laut yang luar biasa,
sehingga predikat “center of diversity” pun di berikannya. Jenis ikan karang
juga ditemukan sangat tinggi di perairan ini. Survey di tahun 2007 menemukan
bahwa kurang lebih 819 species ikan karang berada di teluk ini. Kekayaan sumber
daya alam laut dan pesisir yang dimiliki oleh Kabupaten Pohuwato ini yang
kemudian menjadikan kawasan ini sebagai salah satu tumpuan bagi ketahanan
pangan hampir lebih dari 142.066 jiwa. Hal ini yang menjadi salah satu alasan
pemerintah pusat untuk menyelenggarakan Sail Tomini Tahun 2015 yang bertujuan
untuk mempromosikan potensi pariwisata di Teluk Tomini.
Maraknya Aktivitas Merusak. Namun, kondisi kekayaan sumber daya wilayah pesisir dan laut yang dimiliki
kabupaten Pohuwato mulai terancam. Data hasil pemantauan dan pengawasan oleh
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pohuwatu tahun 2012 menunjukkan bahwa
aktivitas penangkapan ikan yang merusak dengan menggunakan bom ikan dan
racun/sianida banyak terjadi di kawasan ini. Walaupun alat tangkap yang merusak
ini sangat berbahaya bagi kesehatan tetapi juga mampu menyebabkan
kematian bagi penggunanya serta tergolong illegal, namun keterbatasan ekonomi, kurangnya
pendidikan serta minimnya mata pencaharian alternatif di daerah ini membuat
banyak warga bekerja sebagai nelayan yang menggunakan alat tangkap yang
merusak. Aktivitas yang masih sering
terjadi hingga sekarang ini adalah fakta nyata yang bukan hanya merusak sumber
daya alam dikawasan ini namun juga mengancam ketersediaan pangan bagi warga
Kabupaten Pohuwato.
Dari hasil pengamatan selama di lapangan, alat tangkap yang tidak ramah lingkungan menjadi kontributor rusaknya karang dan memiliki hasil penangkapan yang paling banyak seperti bom ikan (700 kg utk 3 orang) dan kompresor (200kg untuk 3 orang).
Bom ikan memiliki penghasilan rata-rata per hari yaitu 700 kg. Bila dibandingkan dengan penghasilan nelayan yang menggunakan alat tangkap ramah lingkungan seperti pukat, pancing, dan panah, penghasilan alat tangkap bom ikan jauh lebih besar. Ini berarti sekali menggunakan bom ikan maka setara dengan 27 hari menggunakan pukat, 16 hari menggunakan pancing, dan 10 hari menggunakan panah/tembak. Meskipun jumlah pengguna bom ikan relatif kecil dibandingkan alat tangkap ramah lingkungan. Bom ikan dan kompresor memiliki presentase yang sama yaitu 1,2 % sedangkan pukat, pancing dan panah masing-masing 30.6%, 56.5% dan 8.2%.
Perlu Komitmen dan Kesepakatan Baru. Akibat dari aktifitas ini mulai dirasakan hampir
sebagian besar masyarakat pesisir di daerah kabupaten Pohuwato. Masyarakat
pesisir yang sehari-harinya menjadi nelayan yang berkomitmen menggunakan alat
tangkap yang ramah lingkungan misalnya mulai mengakui bahwa hasil yang mereka
dapatkan mulai menurun. Kegiatan pengeboman ini bukan hanya membahayakan
nelayan tangkap, namun juga dapat mengancam keberadaan lahan budidaya rumput
laut di kawasan ini. Bantuan sarana produksi budidaya rumput laut yang
diberikan pemerintah setempat bisa jadi gagal dalam mencapai tujuan utamanya:
meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir, jika pemerintah tidak serius
menangani permasalahan ini.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Pohuwato untuk menghambat laju kerusakan terumbu karang. Tahun 2012 misalnya
pemerintah melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pohuwato telah
menginisiasi program penyelamatan terumbu karang diantaranya adalah pemberian
bantuan langsung paket lengkap alat tangkap yang ramah lingkungan kepada
beberapa nelayan yang telah lama menggunakan alat tangkap yang merusak. MoU
antara pemerintah Kabupaten Pohuwato dengan para pelaku penangkapan yang
merusak pun telah tertanda tangani, namun hal ini tidak menghentikan laju
pengrusakan terumbu karang di perairan Kabupaten Pohuwato. Oleh karena itu, diperlukan
komitmen dan serangkaian aksi nyata dari semua pihak untuk bersama-sama
memberikan perlindungan bagi upaya pelestarian ekosistrm terumbu
karang di Kabupaten Pohuwatu.
Nilmawati dan Baso Hamdani
Tim Destructive Fishing Watch Indonesia (DFW-Indonesia)
0 comments: