Ojek online. Apakah itu sebuah solusi?
Hi Jakarta...Kota metro, ternyata kita berjumpa lagi setelah menjauh darimu selama 8 bulan di Papua... Kaki masih terasa berat turun di armada pesawat kebanggan negeri ini setelah terbang lebih dari 3000 km. Langit yang dulunya cerah membiru jernih berhias awan sekarang berubah menjadi langit berwarna abu-abu seragam. Penglihatan menjadi terbatas untuk melihat jauh karena terhalang dinding-dinding beton. Mimpi buruk tentang kemacetan mulai menghantui sela-sela pikiran.
Serasa baru kemarin meninggalkan tanah itu, mungkin karena saya sangat menikmati pengalaman dan keindahan di Papua. Menelusuri pinggiran batas utara Indonesia yang berbatasan langsung dengan Negara Palau di tanah saudara-saudara kita disana. Sebagai pribadi saya menganggap itu adalah bagian pengabdian saya untuk NKRI. Disana tak ada macet karena saya tinggal di pulau terluar nusantara ini tapi sebenarnya meskipun juga kota Biak gak ada macet yang merupakan kota terdekat dari lokasi tugas saya dari Kementerian Kelautan dan Perikanan sejak bulan Mei 2015. Jangan tanya tentang ikan segar pasir putih, kei
ndahan terumbu karang, keramahan masyarakat dan lain-lain karena itu sudah pasti.
Gadget yang berstatus ponsel pintar mulai bersahabat untuk selalu dan segera dibelai. Notifikasi sosial media bergerumul menelusuri dan memenuhi email-email di layar. Itu tak penting, yang terpenting adalah saya harus chat sahabat saya karena saya akan tinggal bersamanya seperti biasa di kota ini.
Saatnya pindah transportasi menggunakan armada baru dari aplikasi terkini android berjenis ojek motor dan mobil online, entah kenapa sahabat saya lebih merekomendasikan app tersebut. Saya bahkan sudah tanya, "Dibayar berapa ko sama Ojek app itu, iklan terus" tanyaku dalam aksen makassar. Nyatanya, saya memang harus pakai untuk yang pertama kali di Jakarta bahkan dalam hidup saya. Motor besar dari app yang mengantarku menuju apartemen begitu lihai dan cepat terasa tanpa hambatan, melalui lorong-lorong yang bahkan sangat sepi. Mindset saya kemudian berubah bahwa saat ini Jakarta sudah mulai bersahabat dengan orang seperti saya yang tidak suka dengan hal kemacetan. Meskipun tidak sepenuhnya karena jelas kota ini adalah kota metro.
Perkembangan begitu cepat yang dulunya saya harus naik transport ke kantor DFW sampai dua jam sekarang bisa sampai 15 menit bahkan 10 menit saja. Belum lagi, ketika lupa bawa barang saya di apartemen (apartemen sekretariat organisasi) tinggal pakai ojek untuk jasa express. Pulang kantor bareng teman ke apartemen pakai ojek mobil. Bersama teman saya bisa share biayanya, sangat mudah, cepat, pelayannya lumayan serta aman. Sebagai konsumen, inovasi ini cukup kerenlah.
Selain itu, apabila memesan ojek mobil, saya suka duduk di depan untuk sekedar berdampingan dengan sopir selain mereka ramah-ramah saya juga lebih leluasa mengisi waktu lebih produktif termasuk bertanya-tanya mengenai penghasilannya yang bisa mencapai 16 juta per bulan upz ada yang mengaku pas lagi awal-awal bulan kerja mencapai 32 juta gilaaakk bahkan beberapa dari mereka yang tergolong freelancer (misal mahasiswa) bisa meraih 6-7 per bulan. Sopir-sopirnya pun nggak membedakan-bedakan gender, seorang single parent sebut saja ibu-M mengaku sangat terbantu dengan penghasilan saat ini dan tidak merasa begitu repot apabila dibandingkan dengan pekerjaan awalnya.
Hingga saat ini saya merasakan beberapa kenyamanan dan semoga itu adalah manfaat dari adanya aplikasi ojek online. Namun berbicara mengenai kekurangan pasti ada beberapa hal dan juga masukan pribadi seperti
1. Masih adanya ojek biker yang melawan arus lalu lintas.
Perlu ada pendisiplinan dari hulu sebagai langkah yang lebih baik. Meskipun para biker sudah dilatih dan berkualifikasi baik namun tetap perlu adanya kontrol. Mungkin bisa melalui tracker supervising dengan melihat jalur2 yang dilanggar. Ya, bisalah... apasih yang gak untuk tim kreatif. He3...
2. Mengurangi secara drastis pendapatan ojek biasa.
Jaman saat ini sudah dinamis. Inovasi dan Persaingan tidak bisa dielak.
Gak semua tukang ojek di Jakarta beralih menjadi ojek berbasis app android dan tidak semua yang mendaftar lulus menjadi biker. Kesetimpangan ini perlu diperhatikan. Bahkan kalau boleh pemerintah mencarikan solusi bagi mereka karena ini urusan terkait hidup begitupula dan terutama untuk ojek online dan sejenisnya agar semata-mata tidak mengenai bisnis dan memberikan solusi untuk memunculkan masalah baru yang lebih mendasar.
3. Ojek Mobil masih menggunakan plat hitam
Saya tidak tahu banyak mengenai penggunaan plat hitam dan kerjasama yang telah dilakukan oleh Ojek Online dengan pihak yang berwajib. Dari beberapa driver mengatakan bahwa masih dalam tahap proses. Apakah menggunakan aturan baru atau revisi. Yang pasti, ini harus disiplikan atau dicarikan solusi.
Sebagai langkah akhir, pertanyaannya adalah apakah ojek online dan sejenisnya adalah sebuah solusi? Tentunya ini perlu dianalisis lebih jauh. Secara pribadi, hal ini sudah lumayan bagus namun beberapa point permasalahan dan masukan di atas perlu di perhatikan. Sehingga bener-bener memberikan solusi buat kota-kota besar di negara berkembang khususnya di Indonesia.
0 comments: